Site icon LapakIDN.com

RRQ Bubar karena Minim Prestasi?

rrq bubar

Kabar menyedihkan melanda dunia DOTA Indonesia. Salah satu tim senior bahkan merupakan salah satu pelopor tim DOTA 2 mengumumkan pembubaran divisi DOTA 2 mereka via Instagram resmi RRQ.

Skuad RRQ yang berisikan Rusman “RusmaN” Hadi, Yusuf “Yabyoo” Kurniawan, Rivaldi “r7” Fatah, dan Adi “Acil” Syofian yang telah bersama dengan RRQ satu tahun ini.

ALASAN BUBAR
Adapun dugaan terkait pembubaran divisi ini dikarenakan minimnya prestasi terutama di musim kompetisi 2017-2018 dan 2018-2019.
Sebenarnya RRQ tidak minim amat soal prestasi. Mereka masih mencatat namanya sebagai tim papan atas dengan ambil bagian di beberapa turnamen berskala nasional seperti IESPL dan ESL NATIONAL CHAMPIONSHIP. Namun tentu gengsi dari ” Sang Raja ” tercoreng kalau cuma jadi pelengkap empat besar.
Bila berandai-andai, tentu saja inginnya RRQ bisa mendominasi kembali ajang DOTA 2 seperti sedia kala. Namun tahun ini, suka tidak suka adalah masanya BOOM ID. Lalu apakah yang membedakan BOOM ID dan RRQ? Apa karena tim hungrybeast lebih sering juara, maka pemain mereka lebih berkualitas? Atau karena BOOM ID diisi oleh pemain-pemain muda?

Terlalu Nyaman Bertatus ‘Raja’
Semua pemain MOBA, khususnya DOTA 2 pasti tahu soal adaptasi terhadap meta permainan. Dinamika meta mengharuskan pemain untuk menyetel gaya mereka sesuai dengan skema terbaik di tiap update. Anak-anak RRQ tentunya tak berhenti main DOTA 2 guna memahami meta permainan terkini, namun meta juga menyentuh ke tingkat kompetisi.

Semua tim beradaptasi dengan keadaan. BOOM ID lagi-lagi jadi contoh, ingat bagaimana gamangnya fans hungrybeast ketika mereka melepas numbawan SEA Inyourdream dan mendatangkan Fbz, kemudian Mikoto. Perubahan ini adalah buah rasa frustasi terus-menerus gagal di region SEA. Kini, BOOM ID sudah tiga kali beruntun tembus ke event Pro Circuit. Walau belum juara tapi mereka sedang naik kelas.

PG BarracX contoh adaptasi alternatif, di mana mereka menukar-nukar posisi nyaman pemain demi improvisasi dan fleksibilitas tim. Azur4 yang dikenal sebagai carry diplot menjadi mid. Ramz yang kini sudah hengkang juga sempat menjadi support padahal role idamannya adalah midlane. Hal-hal ini yang membuat PG.BarracX tak terduga dan sangat variatif dalam drafting sehingga kerap jadi penjungkal tim besar.

Sementara itu, RRQ sangat terduga oleh lawan. Sampai saat ini, kita masih hafal dengan Warlock, Tinker, atau Outworld Devourer yang jadi andalan RRQ dari tahun ke tahun. Hampir tak ada kejutan strategi yang RRQ ungkapkan di tiap pertandingan mereka selama satu musim ke belakang, pun halnya dengan gaya bermain.

Ya, seperti gambaran raja yang enggan beranjak dari singgasana nyaman. Acuh dengan realita bahwa kerajaan lain telah meninggalkan mereka sampai terlambat menyadari kalau kekuasaan itu telah runtuh. Mungkin bisa jadi berkembang lebih parah manakala pemangkasan divisi tak cuma DOTA 2 karena skuad CS:GO mereka juga dipastikan bubar lebih dulu.

Tenang, RRQ Akan Kembali!
Masa? Ya tentu! RRQ lahir dari DOTA 2 dan pastinya selalu membuka pintu untuk kemungkinan berkiprah di DOTA 2, asal peluang menjanjikan. Bukan hal aneh bagi tim esports membuka-tutup divisi. Semua hanya bagian dari bisnis dan pembubaran RRQ tak kurang dari keputusan bisnis yang harus diambil demi kebaikan kedua belah pihak, baik organisasi maupun pemain.

Memang kompetisi DOTA 2 tak semeriah dulu, khususnya soal jumlah. Tiap tim harus saling bunuh demi melanjutkan roda ekonomi karena intensitas turnamen mulai kehitung jari. Ada pasang surut dalam berprestasi. Musim ini mungkin bukan periodenya sang raja, namun usai pembenahan RRQ akan tampil mengagumkan.

Exit mobile version